Hai, nama gue Ocha,
mahasiswa semester akhir . Dan seperti yg sudah loe tau, di episode sebelumnya,
gue jomblo. Dan yang belum loe tau, gue K-Popers. Entah kenapa gue yakin
persentase Kpopers yang jomblo lebih banyak dari pada yang sudah punya pacar.
Kenapa? Ya jelas karena ekspektasi mereka yang terlalu tinggi. Wait.. Wait.. Mereka?? Okee, termasuk gue sih.
Sebagian besar
Kpopers Indonesia ya wajahnya pribumi dan berkulit coklat. Tapi bisa-bisanya
cowok yang mereka bayangin yang wajahnya oriental dan putih. Standar 'ganteng'
cowokpun jadi super duper tinggi. Alis mata tebal, sorot mata tajam, garis mata
tegas, bibir lembab dan kulit mulus. Padahal kalo kenyataannya ketemu cowok
yang pake BB cream, pensil alis, lensa kontak, eye liner dan lipstick, ga mau
kan?? Pinginnya perfect tapi kalo make up nggak mau.. Mana ada..
Tapi oke lah,
semakin banyaknya lembaran skripsi yang dicorat coret dosen saat konsul, gue
semakin realistis soal standar ganteng tadi. Nggak perlu seheboh idol Kpop
cukup seperti di drama korea (itumah sama aja). Nggak perlu seganteng pemeran
utama, cukup pemeran kedua, 'second lead
syndrome is real' hehehe
Meskipun banyak
Kpopers termasuk gue yang akhirnya lebih realistis dengan bayangan cowok
ganteng ala Korea, masih ada hal lain lagi yang menyebabkan persentase
kejombloan Kpopers cukup tinggi, yaitu ekspektasi tentang takdir, cinta, dan
masa lalu.
Drama korea mana yg
dimulai dengan kenalan biasa dan pada umumnya via mutual
friend lewat chatting? Hampir
nggak ada. Pertemuan awal di drama Korea selalu heboh & tidak sengaja.
Dilanjutkan dengan beberapa kali pertemuan yang kebetulan. Seperti dunia cuma
selebar daun kelor. Efeknya, pertemuan seperti itulah yang dianggap seharusnya
terjadi, takdir, destiny. Kalau bukan pertemuan yang kebetulan, misalnya
dicomblangin temen, itu nggak termasuk jodoh atau destiny. Dengan lebih dari
200 juta jiwa penduduk Indonesia gue nggak yakin kebetulan-kebetulan itu bisa
ada. Loe naik angkot trayek yang sama tiap minggu aja belum tentu ketemu orang
yang sama. Mau sampai kapan menunggu takdir cinta daun kelor?
Cinta di drama Korea
selalu digambarkan begitu meyakinkan. Begitu yakin cuma cinta sama dia saja,
sampai rela mengorbankan segalanya. Bertengkar dengan orang tua, dihapus dari
daftar ahli waris, kehilangan jabatan bahkan melepas mimpi. Padahal nggak jarang
tokoh-tokohnya masih SMA, atau belum kenal lama, belum pacaran lama. Karena
durasi drama Korea cuma sekitar 16 episode atau kurang lebih 4 bulan saja.
Gimana bisa seyakin itu? Dan dimana bisa menemukan pasangan yang tiba-tiba
seyakin itu? Kalau belum rela melepas segalanya, belum berkorban
sebegitu besarnya, dianggap bukan cinta. Cinta terlalu beresiko buat
fans drama Korea.
Entah ada berapa
banyak drama korea yang mengangkat cinta pertama atau cinta masa kecil menjadi
inti cerita. Bukan sembarang cinta pertama atau cinta monyet, harus istimewa
sekali. Setiap detailnya masih teringat, setiap barang-barangnya masih
tersimpan, time capsule. Padahal usia
aktornya masih dibawah 12 tahun. Umur segitu loe udah bisa ngapain? Udah bisa
mikir cinta-cintaan? Masih inget siapa-siapa aja yang numpang lewat jadi cinta
pertama wannabe? Inget? Ngapalin tabel
perkalian aja masih susah loe. First love fantasy
yang seharusnya memang loe sadari cuma cukup jadi fantasi. Move on sist.. And bro..
Begitulah ekspektasi
vs realita. Satu lagi realita miris dalam kehidupan fans yg pengen jadi female lead dalam drama. Loe gak bisa
tiba-tiba cantik pas bangun tidur. Bahkan female
lead yang katanya jelek sebenernya cantik. Loe gak mungkin hidup pas-pas
an tapi bawaannya HP samsung/LG terbaru dan gonta ganti tas dan sepatu yang matching dan fashionable
tiap episode. Hidup nggak seindah product
placement. Untuk jadi female lead,
loe harus super kaya dengan perusahaan multinasional atau punya masalah hidup
yang berat. Minimal dililit hutang
rentenir ratusan juta rupiah, dikejar-kejar pembunuh bayaran atau mengidap
penyakit yang sulit disembuhkan. Nggak kaya tapi masih mau jadi female lead? Gue sih udah ogah..
Sebagai penutup gue
lampirkan nasihat dari Bapak Ridwan Kamil, walikota para jomblowan dan
jomblowati. Semoga loe dan gue segera bertemu jodoh dan menikah..
ahahahaha, baca dari yg pertama smpe yg ini
BalasHapusko kasian yahh
http://www.marketingkita.com/2017/08/wilayah-pemasaran-dalam-ilmu-marketing.html