Jumat, 07 Oktober 2016

OCHA episode 3 : Drama Korea

Hai, nama gue Ocha, mahasiswa semester akhir . Dan seperti yg sudah loe tau, di episode sebelumnya, gue jomblo. Dan yang belum loe tau, gue K-Popers. Entah kenapa gue yakin persentase Kpopers yang jomblo lebih banyak dari pada yang sudah punya pacar. Kenapa? Ya jelas karena ekspektasi mereka yang terlalu tinggi. Wait.. Wait.. Mereka?? Okee, termasuk gue sih.

Sebagian besar Kpopers Indonesia ya wajahnya pribumi dan berkulit coklat. Tapi bisa-bisanya cowok yang mereka bayangin yang wajahnya oriental dan putih. Standar 'ganteng' cowokpun jadi super duper tinggi. Alis mata tebal, sorot mata tajam, garis mata tegas, bibir lembab dan kulit mulus. Padahal kalo kenyataannya ketemu cowok yang pake BB cream, pensil alis, lensa kontak, eye liner dan lipstick, ga mau kan?? Pinginnya perfect tapi kalo make up nggak mau.. Mana ada..

Tapi oke lah, semakin banyaknya lembaran skripsi yang dicorat coret dosen saat konsul, gue semakin realistis soal standar ganteng tadi. Nggak perlu seheboh idol Kpop cukup seperti di drama korea (itumah sama aja). Nggak perlu seganteng pemeran utama, cukup pemeran kedua, 'second lead syndrome is real' hehehe

Meskipun banyak Kpopers termasuk gue yang akhirnya lebih realistis dengan bayangan cowok ganteng ala Korea, masih ada hal lain lagi yang menyebabkan persentase kejombloan Kpopers cukup tinggi, yaitu ekspektasi tentang takdir, cinta, dan masa lalu.

Drama korea mana yg dimulai dengan kenalan biasa dan pada umumnya via mutual friend lewat chatting? Hampir nggak ada. Pertemuan awal di drama Korea selalu heboh & tidak sengaja. Dilanjutkan dengan beberapa kali pertemuan yang kebetulan. Seperti dunia cuma selebar daun kelor. Efeknya, pertemuan seperti itulah yang dianggap seharusnya terjadi, takdir, destiny. Kalau bukan pertemuan yang kebetulan, misalnya dicomblangin temen, itu nggak termasuk jodoh atau destiny. Dengan lebih dari 200 juta jiwa penduduk Indonesia gue nggak yakin kebetulan-kebetulan itu bisa ada. Loe naik angkot trayek yang sama tiap minggu aja belum tentu ketemu orang yang sama. Mau sampai kapan menunggu takdir cinta daun kelor?

Cinta di drama Korea selalu digambarkan begitu meyakinkan. Begitu yakin cuma cinta sama dia saja, sampai rela mengorbankan segalanya. Bertengkar dengan orang tua, dihapus dari daftar ahli waris, kehilangan jabatan bahkan melepas mimpi. Padahal nggak jarang tokoh-tokohnya masih SMA, atau belum kenal lama, belum pacaran lama. Karena durasi drama Korea cuma sekitar 16 episode atau kurang lebih 4 bulan saja. Gimana bisa seyakin itu? Dan dimana bisa menemukan pasangan yang tiba-tiba seyakin itu? Kalau belum rela melepas segalanya, belum berkorban sebegitu besarnya, dianggap bukan cinta. Cinta terlalu beresiko buat fans drama Korea.

Entah ada berapa banyak drama korea yang mengangkat cinta pertama atau cinta masa kecil menjadi inti cerita. Bukan sembarang cinta pertama atau cinta monyet, harus istimewa sekali. Setiap detailnya masih teringat, setiap barang-barangnya masih tersimpan, time capsule. Padahal usia aktornya masih dibawah 12 tahun. Umur segitu loe udah bisa ngapain? Udah bisa mikir cinta-cintaan? Masih inget siapa-siapa aja yang numpang lewat jadi cinta pertama wannabe? Inget? Ngapalin tabel perkalian aja masih susah loe. First love fantasy yang seharusnya memang loe sadari cuma cukup jadi fantasi. Move on sist.. And bro..

Begitulah ekspektasi vs realita. Satu lagi realita miris dalam kehidupan fans yg pengen jadi female lead dalam drama. Loe gak bisa tiba-tiba cantik pas bangun tidur. Bahkan female lead yang katanya jelek sebenernya cantik. Loe gak mungkin hidup pas-pas an tapi bawaannya HP samsung/LG terbaru dan gonta ganti tas dan sepatu yang matching dan fashionable tiap episode. Hidup nggak seindah product placement. Untuk jadi female lead, loe harus super kaya dengan perusahaan multinasional atau punya masalah hidup yang berat.  Minimal dililit hutang rentenir ratusan juta rupiah, dikejar-kejar pembunuh bayaran atau mengidap penyakit yang sulit disembuhkan. Nggak kaya tapi masih mau jadi female lead? Gue sih udah ogah..


Sebagai penutup gue lampirkan nasihat dari Bapak Ridwan Kamil, walikota para jomblowan dan jomblowati. Semoga loe dan gue segera bertemu jodoh dan menikah..


1 komentar:

  1. ahahahaha, baca dari yg pertama smpe yg ini
    ko kasian yahh

    http://www.marketingkita.com/2017/08/wilayah-pemasaran-dalam-ilmu-marketing.html

    BalasHapus