Selasa, 17 Desember 2013

ISU ETIK - ABORSI

ABORSI
Disusun dalam rangka memenuhi tugas Uji Kompetensi Dasar 2 Mata Kuliah Etika dan Kode Etik Kebidanan




Disusun Oleh :
ROSANING HARUM MEDIANSARI
R1113071


PROGRAM STUDI DIV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2013



ISU ETIK
ABORSI

Acara Global Youth Forum yang dihadiri enam ratus pemimpin muda dunia dan dua ribu delegasi virtual baru-baru ini dilangsungkan di Nusadua, Bali, Desember 2012.  Mereka berasal dari 126 negara serta perwakilan pemerintah, dan badan badan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Salah satu rekomendasi yang dihasilkan adalah rekomendasi tentang pemenuhan hak-hak seksual dan reproduksi yang di dalamnya termasuk soal aborsi yang aman dan hak kaum lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) untuk mendapat layanan kesehatan seksual dan reproduksi.
Delegasi Indonesia menyayangkan bahwa rekomendasi itu disepakati di Indonesia yang kultur budaya dan hukumnya tidak mendukung isu tersebut. Ia menganggap forum ini tidak menghargai tuan rumah. Perdebatan sengit sempat mewarnai salah satu sesi di Global Youth Forum yang membahas isu kesehatan seksual dan reproduksi. Sebagian delegasi Indonesia keberatan isu ini dimasukkan dalam rekomendasi karena dianggap tidak sesuai dengan salah satu poin resolusi Commission on Population and Development (CPD) tahun 2012. BKKBN memang mengharapkan delegasi Indonesia bisa mempertahankan sikap anti aborsi. Soal Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD), pendekatan yang dipakai BKKBN adalah edukasi untuk pencegahan sedangkan kalau sudah terlanjur mengalami KTD maka anjurannya adalah menikah.
Isu kesehatan seksual dan reproduksi memang menjadi isu paling kontroversial dalam forum ini. Sebagian menentang karena tidak sesuai dengan hukum dan budaya, sebagian lainnya merasa hal-hal semacam ini tetap penting untuk dibicarakan dan dicarikan solusi yang paling tepat demi kepentingan kemanusiaan.


Pengertian aborsi adalah tindakan penghentian kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar kandungan (sebelum usia 20 minggu kehamilan). Ada dua macam aborsi, yaitu aborsi spontan dimana aborsi terjadi secara alami, tanpa intervensi tindakan medis, dan aborsi yang direncanakan dimana melalui tindakan medis dengan obat-obatan saja (jamu, dsb) atau tindakan bedah, atau tindakan lain yang menyebabkan pendarahan lewat vagina. Jenis aborsi spontan dari perspektif hak asasi manusia maupun dari perspektif hukum sama sekali tidak menumbulkan permasalahan. Permasalahan akan muncul apabila menyangkut aborsi provokatus di mana terjadi aborsi yang dilakukan dengan sengaja
Menurut KUHP, aborsi merupakan:
·         Pengeluaran hasil konsepsi pada setiap stadium perkembangannya sebelum masa kehamilan yang lengkap tercapai (38-40 minggu).
·         Pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan (berat kurang dari 500 gram atau kurang dari 20 minggu).Dari segi medikolegal maka istilah abortus, keguguran, dan kelahiran prematur mempunyai arti yang sama dan menunjukkan pengeluaran janin sebelum usia kehamilan yang cukup.
Dalam pasal 15 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 disebutkan bahwa :
(1) Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyclamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat ditakukan tindakan medis tertentu.
(2) Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan :
a.       berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut;
b.      oleh tenaga keschatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli
c.       dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya;
d.      pada sarana kesehatan tertentu
Aborsi dapat dibenarkan secara hukum apabila dilakukan dengan adanya pertimbangan medis. Dalam hal ini berarti dokter atau tenaga kesehatan mempunyai hak untuk melakukan aborsi dengan menggunakan pertimbangan Demi menyelamatkan ibu hamil atau janinnya. Hal tersebut berarti bahwa apabila prosedur tersebut telah terpenuhi maka aborsi yang dilakukan bersifat legal atau dapat dibenarkan dan dilindungi secara hukum. Dengan kata lain vonis medis oleh tenaga kesehatan terhadap hak reproduksi perempuan bukan merupakan tindak pidana atau kejahatan. Berbeda halnya dengan aborsi yang dilakukan tanpa adanya pertimbangan, aborsi jenis ini disebut dengan aborsi provokatus kriminalis. Artinya bahwa tindakan aborsi seperti ini dikatakan tindakan ilegal atau tidak dapat dibenarkan secara hukum. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) mengkualifikasikan perbuatan aborsi tersebut sebagai kejahatan terhadap nyawa. Pasal dalam KUHP tentang aborsi :
Pasal 346 : "Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun."
Pasal 347 : (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348 : (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun . (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349 : Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Berdasarkan keempat pasal tersebut di atas maka berarti bahwa apapun alasannya diluar alasan medis perempuan tidak boleh melakukan tindakan aborsi. Ketentuan dalam KUHP tersebut dilandisi suatu pemikiran bahwa anak yang masih dalam kandungan merupakan subjek hukum sehingga berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum. Dan dari aspek hak asasi manusia bahwa setiap orang berhak untuk hidup maupun mempertahankan hidupnya sehingga pengakhiran kandungan (aborsi) dapat dikualifikasikan sebagai tindakan yang melanggar hak asasi manusia. Oleh karena itu dalam KUHP tindakan aborsi dikualifikasikan sebagai kejahatan terhadap nyawa.

Persoalan lain yang cukup penting untuk dipikirkan adalah aborsi apabila ditinjau dari prespektif hak perempuan terhadap alat reproduksi yang merupakan kodrat yang melekat pada setiap perempuan. Apabila hak anak untuk hidup dilindungi oleh undang-undang, bagaimana perlindungan hukum terhadap hak perempuan terhadap alat reproduksinya, apakah perempuan tidak berhak untuk menentukan atau memutuskan hal yang berkaitan dengan fungsi reproduksi. Ada kasus-kasus tertentu yang membuat perempuan hamil harus memutuskan untuk melakukan aborsi. Sebagai contoh hamil karena perbuatan kriminal yaitu akibat terjadinya kehamilan yang tidak di kehendaki karena perkosaan. Apakah keputusan aborsi yang dipilihnya dikualifikasikan sebagai aborsi provokatus kriminalis ataukah dapat dikualifikasikan sebagai aborsi provokatus terapetikus. Apabila pasal 15 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 tahun 1992 dipahami sebagai  adanya perlindungan terhadap hak perempuan, maka alasan medis harus dapat pula diberikan kepada perempuan yang mengalami trauma psikis akibat kejahatan seksual. Keputusan dalam kasus seperti ini baru dapat dikatakan legal atau dibenarkan oleh hukum apabila ada persetujuan dari tenaga ahli seperti Psikiater atau Psikolog. Dengan kata lain pemahaman terhadap pasal 15 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Kesehatan harus diperluas, sehingga perlindungan terhadap hak perempuan benar-benar diakui.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar