ABORSI
Disusun
dalam rangka memenuhi tugas Uji Kompetensi Dasar 2 Mata Kuliah Etika dan Kode
Etik Kebidanan
Disusun
Oleh :
ROSANING
HARUM MEDIANSARI
PROGRAM
STUDI DIV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS
KEDOKTERAN
UNIVERSITAS
SEBELAS MARET SURAKARTA
2013
ISU ETIK
ABORSI
ABORSI
Acara Global Youth Forum yang dihadiri
enam ratus pemimpin muda dunia dan dua ribu delegasi virtual baru-baru ini
dilangsungkan di Nusadua, Bali, Desember 2012.
Mereka berasal dari 126 negara serta perwakilan pemerintah, dan badan
badan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Salah satu rekomendasi yang dihasilkan adalah
rekomendasi tentang pemenuhan hak-hak seksual dan reproduksi yang di dalamnya
termasuk soal aborsi yang aman dan hak kaum lesbian, gay, biseksual dan
transgender (LGBT) untuk mendapat layanan kesehatan seksual dan reproduksi.
Delegasi Indonesia menyayangkan bahwa
rekomendasi itu disepakati di Indonesia yang kultur budaya dan hukumnya tidak
mendukung isu tersebut. Ia menganggap forum ini tidak menghargai tuan rumah. Perdebatan
sengit sempat mewarnai salah satu sesi di Global Youth Forum yang membahas isu
kesehatan seksual dan reproduksi. Sebagian delegasi Indonesia keberatan isu ini
dimasukkan dalam rekomendasi karena dianggap tidak sesuai dengan salah satu
poin resolusi Commission on Population and Development (CPD) tahun 2012. BKKBN
memang mengharapkan delegasi Indonesia bisa mempertahankan sikap anti aborsi.
Soal Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD), pendekatan yang dipakai BKKBN adalah
edukasi untuk pencegahan sedangkan kalau sudah terlanjur mengalami KTD maka
anjurannya adalah menikah.
Isu kesehatan seksual dan reproduksi
memang menjadi isu paling kontroversial dalam forum ini. Sebagian menentang
karena tidak sesuai dengan hukum dan budaya, sebagian lainnya merasa hal-hal semacam
ini tetap penting untuk dibicarakan dan dicarikan solusi yang paling tepat demi
kepentingan kemanusiaan.
Pengertian aborsi adalah tindakan
penghentian kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar kandungan (sebelum usia
20 minggu kehamilan). Ada dua macam aborsi, yaitu aborsi spontan dimana aborsi
terjadi secara alami, tanpa intervensi tindakan medis, dan aborsi yang
direncanakan dimana melalui tindakan medis dengan obat-obatan saja (jamu, dsb)
atau tindakan bedah, atau tindakan lain yang menyebabkan pendarahan lewat
vagina. Jenis aborsi spontan dari perspektif hak asasi manusia maupun dari
perspektif hukum sama sekali tidak menumbulkan permasalahan. Permasalahan akan
muncul apabila menyangkut aborsi provokatus di mana terjadi aborsi yang
dilakukan dengan sengaja
Menurut KUHP, aborsi merupakan:
·
Pengeluaran hasil konsepsi pada setiap
stadium perkembangannya sebelum masa kehamilan yang lengkap tercapai (38-40
minggu).
·
Pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup diluar kandungan (berat kurang dari 500 gram atau kurang dari 20
minggu).Dari segi medikolegal maka istilah abortus, keguguran, dan kelahiran
prematur mempunyai arti yang sama dan menunjukkan pengeluaran janin sebelum
usia kehamilan yang cukup.
Dalam pasal 15 ayat (1) dan (2)
Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 disebutkan bahwa :
(1)
Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyclamatkan jiwa ibu hamil dan atau
janinnya, dapat ditakukan tindakan medis tertentu.
(2)
Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat
dilakukan :
a. berdasarkan
indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut;
b. oleh
tenaga keschatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan
sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli
c. dengan
persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya;
d. pada
sarana kesehatan tertentu
Aborsi
dapat dibenarkan secara hukum apabila dilakukan dengan adanya pertimbangan
medis. Dalam hal ini berarti dokter atau tenaga kesehatan mempunyai hak untuk
melakukan aborsi dengan menggunakan pertimbangan Demi menyelamatkan ibu hamil
atau janinnya. Hal tersebut berarti bahwa apabila prosedur tersebut telah
terpenuhi maka aborsi yang dilakukan bersifat legal atau dapat dibenarkan dan
dilindungi secara hukum. Dengan kata lain vonis medis oleh tenaga kesehatan
terhadap hak reproduksi perempuan bukan merupakan tindak pidana atau kejahatan.
Berbeda halnya dengan aborsi yang dilakukan tanpa adanya pertimbangan, aborsi
jenis ini disebut dengan aborsi provokatus kriminalis. Artinya bahwa tindakan
aborsi seperti ini dikatakan tindakan ilegal atau tidak dapat dibenarkan secara
hukum. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) mengkualifikasikan perbuatan
aborsi tersebut sebagai kejahatan terhadap nyawa. Pasal dalam KUHP tentang
aborsi :
Pasal
346 : "Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara
paling lama empat tahun."
Pasal
347 : (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama
dua belas tahun. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal
348 : (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama
lima belas tahun . (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita
tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal
349 : Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan
berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu
kejahatan diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan
dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan
pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Berdasarkan
keempat pasal tersebut di atas maka berarti bahwa apapun alasannya diluar
alasan medis perempuan tidak boleh melakukan tindakan aborsi. Ketentuan dalam
KUHP tersebut dilandisi suatu pemikiran bahwa anak yang masih dalam kandungan
merupakan subjek hukum sehingga berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum.
Dan dari aspek hak asasi manusia bahwa setiap orang berhak untuk hidup maupun
mempertahankan hidupnya sehingga pengakhiran kandungan (aborsi) dapat
dikualifikasikan sebagai tindakan yang melanggar hak asasi manusia. Oleh karena
itu dalam KUHP tindakan aborsi dikualifikasikan sebagai kejahatan terhadap
nyawa.
Persoalan
lain yang cukup penting untuk dipikirkan adalah aborsi apabila ditinjau dari prespektif
hak perempuan terhadap alat reproduksi yang merupakan kodrat yang melekat pada
setiap perempuan. Apabila hak anak untuk hidup dilindungi oleh undang-undang, bagaimana
perlindungan hukum terhadap hak perempuan terhadap alat reproduksinya, apakah perempuan
tidak berhak untuk menentukan atau memutuskan hal yang berkaitan dengan fungsi
reproduksi. Ada kasus-kasus tertentu yang membuat perempuan hamil harus
memutuskan untuk melakukan aborsi. Sebagai contoh hamil karena perbuatan
kriminal yaitu akibat terjadinya kehamilan yang tidak di kehendaki karena
perkosaan. Apakah keputusan aborsi yang dipilihnya dikualifikasikan sebagai
aborsi provokatus kriminalis ataukah dapat dikualifikasikan sebagai aborsi
provokatus terapetikus. Apabila pasal 15 ayat (1) dan (2) Undang-Undang
Kesehatan Nomor 23 tahun 1992 dipahami sebagai
adanya perlindungan terhadap hak perempuan, maka alasan medis harus
dapat pula diberikan kepada perempuan yang mengalami trauma psikis akibat
kejahatan seksual. Keputusan dalam kasus seperti ini baru dapat dikatakan legal
atau dibenarkan oleh hukum apabila ada persetujuan dari tenaga ahli seperti
Psikiater atau Psikolog. Dengan kata lain pemahaman terhadap pasal 15 ayat (1)
dan (2) Undang-Undang Kesehatan harus diperluas, sehingga perlindungan terhadap
hak perempuan benar-benar diakui.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar