Kamis, 10 April 2014

HIPOKALEMI - Asuhan Neonatus

HIPOKALEMI
Disusun dalam rangka memenuhi tugas KD II Mata Kuliah Asuhan Neonatus


Disusun Oleh :
ROSANIING HARUM MEDIANSARI
R1113071


PROGRAM STUDI DIV BIDAN PENDIDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2014


1.      Konsep Dasar Penyakit
A.    Pengertian Hipokalemi
Hipokalemia terjadi ketika konsentrasi kalium serum kurang dari 3,5 mEq / L, dan dapat mengancam jiwa jika konsentrasi serum kalium turun di bawah 2,5 mEq / L
B.     Fisiologi Kalium
Kalium adalah kation kedua paling melimpah dalam tubuh . Sekitar 98 % dari kalium berada di intraseluler , terutama di otot rangka , di mana konsentrasi berkisar 140-150 mEq / L. Hanya sekitar 2 % dari kalium tubuh berada dalam cairan ekstraselular , di mana konsentrasi diatur secara ketat berkisar antara 3,5-5,5 mEq / L. Oleh karena itu terdapat gradien untuk difusi kalium dari intrasel ke cairan ekstraselular . Gradien tersebut merupakan  kebalikan dari sodium , dimana sodium memiliki konsentrasi tinggi di cairan ekstraseluler dan konsentrasi rendah di intraseluler.
Difusi yang terjadi dalam gradien natrium dan kalium dikendalikan oleh pompa natrium - kalium adenosin trifosfat ( ATP ). Pompa ion ini menggunakan ATP untuk memompa tiga ion natrium keluar dari sel dan dua ion kalium ke dalam sel , yang menciptakan gradien elektrokimia di atas membran sel. Banyak faktor yang mempengaruhi aktivitas pompa ini , seperti insulin , glukagon , katekolamin , aldosteron , status asam-basa , osmolalitas plasma , dan kadar kalium intraseluler. Kehadiran pompa ini dan konsentrasi kalium dalam sel sangat penting karena kalium melakukan peran penting dalam berbagai proses fisiologis dan metabolisme , termasuk regulasi volume sel , mempengaruhi keseimbangan osmotik antara sel-sel dan cairan interstitial , fungsi ginjal , metabolisme karbohidrat ; kontraksi otot jantung , dan pengaturan potensial aksi listrik melintasi membran sel , terutama dalam miokardium
Dalam kondisi fisiologis normal , 80 % dari kalium diekskresikan melalui ginjal , dengan setidaknya 90 % diserap kembali secara aktif sepanjang tubulus ginjal . Sekitar 15 % dari kalium diekskresikan dalam feses , dan 5 % diekresikan dalam keringat . Keseimbangan kedua kation (natrium dan kalium) dikelola oleh ginjal . Ginjal dapat mengatur untuk peningkatan konsumsi dengan meningkatkan ekskresi kalium , tetapi tidak dapat mencegah penipisan tanpa adanya konsumsi kalium. Sebagian besar obat yang menginduksi hiperkalemia / hipokalemia mengubah eliminasi ginjal atau reabsorpsi kalium , dan oleh karena itu, ginjal tidak mampu mencegah ketidakseimbangan elektrolit .Namun, selama diuresis osmotik , ginjal menyerap kembali kurang kalium , dan dengan demikian hipokalemia dapat terjadi . Mekanisme hipokalemia terlihat pada orang dengan ketoasidosis diabetik
C.    Penyebab Hipokalemi
1)      Hipokalemia mungkin karena defisit tubuh total kalium , yang mungkin terjadi kronis dengan berikut :
a.       Penggunaan diuretik Berkepanjangan
b.      Asupan kalium tidak memadai
c.       penggunaan pencahar
d.      Diare ( termasuk bawaan klorida diare )
e.       hiperhidrosis
f.       hypomagnesemia
g.      Kerugian tubulus ginjal ( termasuk sindrom Fanconi , Sindrom Bartter , sindrom Gitelman , dan lain-lain )
h.      Sindrom dengue
2)      Penyebab deplesi kalium akut, yang terdiri dari :
a.       ketoasidosis diabetik
b.      Kehilangan yang parah sistem gastro intestinal dari muntah dan diare
c.       Dialisis dan terapi diuretik
d.      Intoksikasi alkohol / overdosis
3)      Hipokalemia juga mungkin karena pergeseran kalium berlebihan dari ekstraselular ke ruang intrasel
a.    penggunaan insulin
b.    penggunaan katekolamin
c.    penggunaan simpatomimetik
d.   Penggunaan sodium bicarbonat , terutama selama alkalinization terapi ( biasanya digunakan untuk mengobati overdosis salisilat dan antidepresan siklik , tumor sindrom lisis , rhabdomyolysis , dll )
e.    penggunaan natrium polistiren sulfonat untuk mengobati hiperkalemia transien
f.     hipotermia
4)      Penyebab lain hipokalemia yang sudah dikenali, meliputi:
a.       Gangguan tubulus ginjal , seperti sindrom Bartter dan sindrom Gitelman
b.      Tipe I atau klasik distal tubular acidosis
c.       Periodic hypokalemic paralysis
d.      hiperaldosteronisme
e.       Penyakit celiac
5)      Keadaan lain dari kelebihan mineralokortikoid yang dapat menyebabkan hipokalemia meliputi:
a.       Cystic fibrosis dengan hiperaldosteronisme dari klorida dan volume deplesi parah
b.      sindrom Cushing
c.       Pemberian steroid eksogen , termasuk fludrocortisone dan mineralokortikoid lainnya
d.      Konsumsi licorice yang berlebihan
6)      Kondisi lain yang dapat menyebabkan hipokalemia termasuk myelogenous akut , monomyeloblastic , atau leukemia lymphoblastic .
7)      Obat-obat yang berhubungan dengan hipokalemi :
Obat yang berkaitan dengan  peningkatan kehilangan kalium melalui ginjal, meliputi :
a.       Toksisitas Aminoglikosida
b.      Amfoterisin B
c.       Cisplatin
d.      Penisilin dosis tinggi
e.       Kortikosteroid
f.       Diuretik (kecuali diuretik hemat kalium)
Berkaitan dengan peningkatan ambilan K+ seluler, meliputi :
a.       Terbutalin
b.      Epinefrin
c.       Salbutamol (obat beta-andrenergik)
d.      Toksisitas Teofilin
e.       Toksisitas Barium
f.       Insulin
D.    Patofisiologi Hipokalemi
1)      Perpindahan Trans-selular
Hipokalemia bisa terjadi tanpa perubahan cadangan kalium sel. Ini disebabkan faktor-faktor yang merangsang berpindahnya kalium dari intravaskular ke intraseluler, antara lain beban glukosa, insulin, obat adrenergik, bikarbonat, dsb. Insulin dan obat katekolamin simpatomimetik diketahui merangsang influks kalium ke dalam sel otot. Sedangkan aldosteron merangsang pompa Na+/K+ ATP ase yang berfungsi sebagai antiport di tubulus ginjal. Efek perangsangan ini adalah retensi natrium dan sekresi kalium 1.
Pasien asma yang dinebulisasi dengan albuterol akan mengalami penurunan kadar K serum sebesar 0,2—0,4 mmol/L2,3, sedangkan dosis kedua yang diberikan dalam waktu satu jam akan mengurangi sampai 1 mmol/L3. Ritodrin dan terbutalin, yakni obat penghambat kontraksi uterus bisa menurunkan kalium serum sampai serendah 2,5 mmol per liter setelah pemberian intravena selama 6 jam.
Teofilin dan kafein bukan merupakan obat simpatomimetik, tetapi bisa merangsang pelepasan amina simpatomimetik serta meningkatkan aktivitas Na+/K+ ATP ase. Hipokalemia berat hampir selalu merupakan gambaran khas dari keracunan akut teofilin. Kafein dalam beberapa cangkir kopi bisa menurunkan kalium serum sebesar 0,4 mmol/L. Karena insulin mendorong kalium ke dalam sel, pemberian hormon ini selalu menyebabkan penurunan sementara dari kalium serum. Namun, ini jarang merupakan masalah klinik, kecuali pada kasus overdosis insulin atau selama penatalaksanaan ketoasidosis diabetes.
2)      Deplesi Kalium
Hipokalemia juga bisa merupakan manifestasi dari deplesi cadangan kalium tubuh. Dalam keadaan normal, kalium total tubuh diperkirakan 50 mEq/kgBB dan kalium plasma 3,5--5 mEq/L. Asupan K+ yang sangat kurang dalam diet menghasilkan deplesi cadangan kalium tubuh. Walaupun ginjal memberi tanggapan yang sesuai dengan mengurangi ekskresi K+, melalui mekanisme regulasi ini hanya cukup untuk mencegah terjadinya deplesi kalium berat. Pada umumnya, jika asupan kalium yang berkurang, derajat deplesi kalium bersifat moderat. Berkurangnya asupan sampai <10 mEq/hari menghasilkan defisit kumulatif sebesar 250 s.d. 300 mEq (kira-kira 7-8% kalium total tubuh) dalam 7—10 hari4. Setelah periode tersebut, kehilangan lebih lanjut dari ginjal minimal. Orang dewasa muda bisa mengkonsumsi sampai 85 mmol kalium per hari, sedangkan lansia yang tinggal sendirian atau lemah mungkin tidak mendapat cukup kalium dalam diet mereka2.
3)      Kehilangan K+ Melalui Jalur Ekstra-renal
Kehilangan melalui feses (diare) dan keringat bisa terjadi bermakna. Pencahar dapat menyebabkan kehilangan kalium berlebihan dari tinja. Ini perlu dicurigai pada pasien-pasien yang ingin menurunkan berat badan. Beberapa keadaan lain yang bisa mengakibatkan deplesi kalium adalah drainase lambung (suction), muntah-muntah, fistula, dan transfusi eritrosit.
4)      Kehilangan K+ Melalui Ginjal
Diuretik boros kalium dan aldosteron merupakan dua faktor yang bisa menguras cadangan kalium tubuh. Tiazid dan furosemid adalah dua diuretik yang terbanyak dilaporkan menyebabkan hipokalemia
E.     Manifestasi Klinis
1)      Tanda-tanda klinis jarang terlihat sebelum kadar kalium serum turun dibawah 3 mEq/ L  (SI :3mmol/ L) kecuali tingkat kehilangan cepat
2)      Keletihan, anoreksia, mual, muntah, kelemahan otot, kram kaki, penurunan motilitas usus, parestisia, disritmia dan peningkatan sensitifitas terhadap digitalis
3)      Jika berkelanjutan hipokalemia dapat menyebabkan ketidakmampuan ginjal untuk memekatkan urin, menyebabkan urin yang encer (urin berlebihan/poliurin, nokturia) dan rasa haus yang berlebihan, poliuria, nokturia.
4)      Neuromuskular : lelah, tidak enak badan, reflek tendon dalam menghilang.
5)      Pernapasan : otot-otot pernapasan lemah, napas dangkal (lanjut)
6)      Saluran cerna : menurunnya motilitas usus besar, anoreksia, mual mmuntah.
7)      Kardiovaskuler : hipotensi postural, disritmia, perubahan pada EKG.
8)      Hipokalemia berat dapat berakibat kematian melalui henti jantung atau henti nafas.
F.     Pemeriksaan Penunjang
1)      Kalium serum : penurunan, kurang dari 3,5 mEq/L.
2)      Klorida serum : sering turun, kurang dari 98 mEq/L.
3)      Glukosa serum : agak tinggi.
4)      Bikarbonat plasma : meningkat, lebih besar dari 29 mEq/L.
5)      Osmolalitas urine : menurun.
6)      GDA : pH dan HCO3 meningkat (Alkalosis metabolik).
7)      Elektrokardiogram (EKG): depresi segmen ST ,gelombang T datar , adanya gelombang U, distritmia ventrikel
G.    Diagnosa Banding
1)      Bartter Syndrome
2)      Hyperthyroidism
3)      Hypochloremic Alkalosis
4)      Hypomagnesemia
5)      Metabolic Alkalosis

2.      Analisa Kasus
A.    Pengkajian Subjektif
Gejala : Kelemahan umum, kesadaran menurun, letargi, muntah, diare
B.     Pengkajian Objekstif
1)      Sirkulasi
·         Hipotensi
·         Nadi lemah atau menurun, tidak teratur.
·         Bunyi jantung jauh.
·         Perubahan karakteristik EKG.
·         Disritmis, PVC, takikardia / fibrasi ventrikel.


2)      Eliminasi
·         Nokturia, poliuria bila faktor pemberat pada hipokalemia meliputi GJK atau DM.
·         Penurunan bising usus, penurunan mortilitas, usus, ilues paralitik.
·         Distensi abdomen.
3)      Neurosensori
Penurunan status mental / kacau mental, apatis, mengantuk, peka rangsangan, koma, hiporefleksia, tetani, paralisis.
4)      Pernapasan
Hipoventilasi / menurun dalam pernapasan karena kelemahan atau paralisis otot diafragma.
5)      Laboratorium
·         Kalium serum : penurunan, kurang dari 3,5 mEq/L.
·         Klorida serum : sering turun, kurang dari 98 mEq/L.
·         Glukosa serum : agak tinggi.
·         Bikarbonat plasma : meningkat, lebih besar dari 29 mEq/L.
·         Osmolalitas urine : menurun.
·         GDA : pH dan HCO3 meningkat (Alkalosis metabolik).
·         Elektrokardiogram (EKG): depresi segmen ST ,gelombang T datar , adanya gelombang U, distritmia ventrikel
C.    Diagnosa dan Masalah
Diagnosa  : Bayi dengan Hipokalemia
Masalah    : Resiko komplikasi otot pernafasan dan jantung

3.      Penatalaksanaan
A.    Penanganan Komplikasi Otot Pernafasan dan Jantung
Tujuan utama adalah untuk mencegah komplikasi jantung dan otot terutama otot pernafasan yang mengancam jiwa.
1)      Monitor tanda-tanda vital
2)      Pastikan jalan nafas lancar
3)      Hindari terjadinya hipotermi


4)      Kolaborasi :
·         Pemberian oksigen tambahan sesuai indikasi
·         Persiapan dan pelaksanaan resusitasi jantung paru bila diperlukan
B.     Koreksi Kalium
Tujuan terapi koreksi kalium adalah untuk mencukupi kembali cadangan K + dalam tubuh. Tidak ada cara mutlak untuk menentukan defisit K +, karena tidak ada korelasi antara K + plasma dan konsentrasi simpanan K+ dalam tubuh. Penurunan 1 mEq / L dalam konsentrasi K + serum biasanya mengacu pada 10 % -30 % penurunan K + tubuh.
Terapi yang paling aman untuk koreksi K + adalah melalui oral / enteral rute. Suplementasi kalium oral dapat menyebabkan iritasi lambung atau muntah dan untuk anak rasanya tidak enak. Asupan normal harian yang diperlukan adalah 1-2 mEq / kg / hari. Namun, apabila tampak adanya gejala hipokalemia yang parah dan masalah pencernaan seperti ileus , jalur intravena dapat digunakan dalam kasus-kasus di mana serum K+ biasanya dibawah 2,6 mEq / L. K+ yang diberikan melalui cairan infus tidak boleh melebihi 40 mEq / L. Dalam keadaan darurat , 0,3-1 mEq / kg K + dapat diberikan secara intravena selama 1 hour. Ketika dibutuhkan yang dibutuhkan lebih tinggi ( 60-80 mEq / L ), dapat digunakan infus melalui vena sentral dengan pemantauan EKG. Dekstrosa tidak boleh digunakan dalam cairan awal karena peningkatan sekresi insulin dapat menurunkan konsentrasi K + plasma lebih jauh
Pilihan jenis garam K + tergantung pada situasi klinis. KCl biasanya tepat jika terdaoat hipovolemia. Jika terdapat asidosis metabolik , garam penghasil  K + lainnya seperti K + bikarbonat , K + sitrat , dan K + asetat dapat diberikan . Jika terdapat deplesi fosfat seperti ketoasidosis diabetik, K + fosfat dapat digunakan . Perlu diingat bahwa koreksi dari defisit K + tubuh total dapat sampai berhari-hari dan bahkan berminggu-minggu. Dalam kasus resisten terhadap pengobatan hipokalemia,  perlu dipertimbangkan terjadinya hipomagnesemia. Defisit kalium sering terjadi bersamaan dengan kelainan lain, seperti penurunan jumlah magnesium dan klorida, dan tidak dapat dikoreksi dengan sempurna sampai defisit yang menyertainya terkoreksi.
Macam – Macam Suplemen Kalium :
·         Kalium Fosfat : tersedia dalam bentuk tablet 1.1, 2.3 dan 3.7 mEq K
·         Kalium Klorida : tersedia dalam bentuk tablet (10mEq), bubuk (10mEq/bungkus), effervescent (20mEq) dan cairan (20mEq)
·         Kalium Sitrat : tersedia dalam bentuk tablet, kristal, dan sirup. Mengandung 1 mEq/cc (Polycitra) atau 2mEq/cc (Polycitra K)
·         Kalium Glukonat : tersedia dalam bentuk cairan (20 mEq/15 ml)




DAFTAR PUSTAKA

Daly, Kayleen. 2013. Hypokalemia and Hyperkalemia in Infants and Children: Pathophysiology and Treatmen. Journal Of Pediatric Health Care. http://www.jpedhc.org/article/S0891-5245(13)00281-2/fulltext#sec6, diakses tanggal 21 Maret 2014
Schwartz, M.William. 2004. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta : EGC
Sarici, Dilek dan S Umit Sarici. 2012. Neonatal Hypokalemia. Dove Medical Press. https://www.dovepress.com/neonatal-hypokalemia-peer-reviewed-article-RRN, diakses tenggal 21 Maret 2014
Verive, Michael J. 2013. Pediatric Hypokalemia. http://emedicine.medscape.com, diakses tanggal 21 Maret 2014


Tidak ada komentar:

Posting Komentar