Menabung pangkal
kaya.. Itulah slogan bank saat itu, atau slogan dari ibuku supaya aku rajin
menabung. Dan benar saja, terdoktrin, aku termasuk rajin menabung buta. Kok
bisa menabung buta? Kenyataanya meski aku sudah baca berbagai seri bukunya Robert T
Kiyosaki yang bicara banyak tentang investasi, aku baru punya rekening bank 2 tahun lalu. Itupun rekening abal-abal
yang disebut rekening 'Tabunganku' . Kegiatan menabung buta itu kulakukan di
dua media Celengan Bebek dan Ibu ku.
Setiap dapat uang
lebaran, dan uang yang jumlahnya besar, selalu aku titipkan ke ibu ku. Tabungan ke
wali kelas SD yang diambil tiap semesterpun akhirnya aku setor juga ke ibu.
Katanya sih ditabung. Ini tabungan berbuntut tabungan lagi. Awalnya sih masih
terhitung. Tapi lama-lama lupa. Nggak
ada buku tabungannya pula. Sampai pada akhirnya, ibuku pun bilang uangnya sudah
dipakai beli meja belajar, beli sepatu, beli seragam dan aneka keperluan
sekolah lainnya. Padahal kan aku nggak minta. Keperluan sekolah sih nggak usah
pakai uangku sendiri toh juga pasti dibelikan. Hiks..
Beranjak remaja, aku
nggak pernah 'nabung' ke ibu lagi.
Dihabiskan sendiri rasanya lebih berkesan 'ini yang aku beli sendiri'. Yang aku beli jelas bukan barang keperluan sekolah. Meski begitu barang keperluan sekolahku nyatanya juga
tetap terpenuhi hehehe.
Itulah yang kusebut
tabungan buta, tabungan tanpa buku tabungan, dan keluarnya nggak
perlu tanda tangan atau password.
Media tabugan buta
kedua adalah celengan bebek. Sebelum celengan bebek aku punya celengan kucing.
Karena aku rajin menabung koin, celengan ini cepet penuh dan dipecahkan. Hasilnya
lumayan, tapi aku lupa akhirnya dipakai beli apa. Apa keperluan sekolah juga? Mungkin...
Setelah pengalaman
dengan celengan kucing yang cepat penuh, aku dibelikan lagi celengan bebek yang lebih besar. Mungkin maksudnya sekalian biar nggak
cepat penuh. Saat itu, Akupun bertekat tidak akan membukanya sampai terisi
penuh ke ujung cucuknya. Jelas nggak mungkin lah, memangnya uang cair. Tujuan
supaya tidak cepet penuh tercapai. Bahkan sampai masa sekarang ini, perutnya
saja baru separuh terisi. Akupun sudah lupa kapan terakhir menabung ke celengan
bebek yang sudah berubah fungsi jadi penahan buku dan cantolan topi ini.
Minggu lalu, aku
yang sedang mabuk bersih-bersih menemukan kembali celengan bebek yang
terlupakan. Ku intip lobang uangnya, terlihatlah isinya yang uang jadul
semua. Akhirnya diliputi rasa
penasaran, kumantapkan hati membuka celengan itu dibagian bokongnya. Keluarlah
isinya yang sebagian besar uang seratus rupiah yang dari segi bahan dan ukuran sangat cocok untuk kerokan. Selain itu terdapat beberapa uang kertas, uang-uangan kertas dan beberapa
batang lidi sebagai bukti usahaku mencongkel isi celengan keluar. Setelah ku
pilah-pilah ternyata uang yang bisa ditransaksikan dari celengan yang beratnya
kira-kira lebih dari 2 kg itu hanya 21 ribu. Sisanya adalah tumpukan koin - koin yang tidak laku.
Itulah yang kusebut
tabungan buta, bisa masuk tapi tak bisa keluar, tanpa bunga, tanpa jaminan,
tanpa saldo, tanpa sirkulasi. Tiba-tiba uang tidak laku saja.
Melihat tumpukan
logam sebanyak itu mau diapakan? Aha, dijual saja, bukankah ada yang suka
koleksi koin jadul? Kemudian terpikir, Dijual berapa? ku browsinglah harga-harga koin jadul di toko online. Gila, mahal - mahal ternyata. Paling
murah 50 ribu, bahkan ada yang sampai jutaan per lembar atau kepingnya. Gila
kalau ada yang mau beli. Lalu aku cari sumber lain, ternyata nggak semahal itu. Di blog penyedia uang kuno
untuk jadi mahar, harga ratusan ribu sudah tersedia, itu pun sudah paketan,
bukan satuan.
Karena tidak jelas patokan harganya,
ya sudah aku buat patokan sendiri saja dengan berdasarkan harga es wawan. Ha!! Es Wawan??
Ya, es wawan, jajanan masa kecil yang sangat responsif terhadap inflasi. Aku
mulai mengisi celengan saat es wawan harganya masih 25 rupiah. Kemudian merasakan kenaikan
harga es wawan sampai level 1000 rupiah. Lalu es tersebut mulai menghilang di
pasaran jajan anak sekolah. Sekarang harga es wawan di salah satu toko online
sudah mencapai 2500 rupiah. Artinya ada peningkatan harga 100 kali lipat. Waw..
Berdasarkan harga es
wawan dan penyesuaaian lainnya, akhirnya saya lepas uang kuno yang sudah
dicuci, dikeringkan, dianginkan, dipilih dan diwadahi plastik dengan harga
sebagai berikut :
Uang logam kuno Rp
100 nickel, bergambar rumah adat, emisi 1973 (Rp 15000) Emisi 1978 (Rp 10000) -
per koin
Uang logam kuno Rp
25 alumunium, bergambar buah pala. Rp 5000 - per 2 koin
Uang logam kuno Rp
50 kuningan, bergambar komodo. Rp 5000 per 2 koin
Uang logam kuno
pecahan 100 kuningan, bergambar kerapan sapi. Rp 10000 - per 5 koin
Uang logam kuno
pecahan Rp 50 nickel, bergambar burung cendrawasih. Rp 10000 per koin
Uang logam kuno Rp
25 nickel, bergambar burung. Rp 10000 per koin
Uang kertas kuno Rp
5000, bergambar sasando. Rp 50000 per lembar
Iklan di atas juga
sudah dipasang di beberapa toko online. Yang serius berminat bisa menghubungi
via line : rosa.mediansari, wa : 081559823888, twitter: @rosaning13, facebook :
Rosaning Harum Mediansari (I am an open minded person :D )
Mohon maaf kalau ada
yang membaca tulisan ini lalu merasa tertipu karena
akhirnya tulisan ini jadi jualan. Jeongmal Mianhaeyo *90o bow*
Supaya nggak merasa ketipu
banget saya simpulkan sedikit, bahwa
menumpuk uang bukan tindakan bijaksana. Uang tidak bisa beranak dengan
ditumpuk saja. Uang tidak lebih dari kertas yang dipercaya punya nilai. Kalau
sudah tidak dipercaya lagi, hanya jadi onggokan kertas atau koin yang tidak
laku. Sementara itu, nilai akan terus berubah dan sayangnya di Indonesia
kebanyakan berubah turun.
Sebagai bonus untuk
yang mau membaca: Buat kamu yang ngaku teman, sahabat atau keluarga, saya masih
punya stok koin sortiran yang bisa kalian dapatkan gratis, kalau berminat. Tapi
maaf sudah hitam karena terlalu banyak buat kerokan hehehe
masih ada aja itu uang jaman dulu
BalasHapushttp://www.marketingkita.com/2017/08/wilayah-pemasaran-dalam-ilmu-marketing.html