Hai, Dalam rangka
perpisahan dengan solo tercinta, si pendaki amatir kembali mendaki. Kriteria
gunung yang menjadi tujuannya adalah 'tidak lebih sulit dari merbabu'. Suatu
hari datanglah ajakan simpang siur dari seorang teman. Berangkatlah mereka berempat tanggal 9 Oktober 2014 ke gunung Prau. Gunung dengan ketinggian hanya 2565 mdpl, terkenal dengan golden sunrise nya, dan di lingkungan wisata
dataran tinggi dieng.
Mereka tiba di Patak
Banteng sekitar jam 15.00. Mereka agak tidak percaya melihat pos pendakian
yang ada tepat di pinggir jalan utama. Ini pos pendakian apa kantor kelurahan.
Lebih tidak percaya lagi mengetahui bahwa gunung yang akan mereka daki ada di seberang
jalan. Itu gunung apa ladang sayur. Mereka memutuskan istirahat dulu dan
berangkat setelah magrib, membawa tambahan bekal nasi bungkus dan air mineral.
Berangkat sekitar
jam 19.00, mereka melewati rumah-rumah penduduk dan hampir saja nyasar karena
terlalu banyak gang. Ikuti petunjuk arahnya! Dibalik rumah penduduk itulah
jalan menuju pos 1. Jalan paving dan
batu yang lebar. Katanya pos 1 bisa dicapai dengan naik sepeda motor. Kalau
siang hari, ada penjual cilok yang menunggu para pendaki turun. Pas sekali
menyambut orang-orang yang sedang kelaparan, hehehe.
Sepanjang jalan
lebar ini, si pendaki amatir masih bisa bicara dan tertawa, jalan kakipun tidak
terhambat keinginan beristirahat. Hal ini bisa terjadi karena beban yang
dibawanya termasuk yang paling ringan. Dia hanya membawa backpack biasa,
sementara 3 teman lainnya membawa carrier. Bagaimana dia bisa dapat keuntungan
itu? Kadang menjadi amatir dan tidak punya carrier adalah keuntungan :p .
Seorang temannya adalah anak pecinta alam yang sudah familiar dengan carrier, 2
lainnya adalah laki-laki yang dengan hukum kesetaraan gender harus membawa
beban yang lebih berat :)
Jalan batu berakhir,
sampailah pada jalan tanah yang kanan dan kirinya ladang sayur. Jalan tanah itu
gampang bergeser, mungkin sepertiganya adalah pasir. Kecuramannya membuat si
pendaki amatir harus berjalan setengah mberangkang. Rombongan itu bertemu dengan
seorang petani. 'Ngapaian bapak ini di tengah gunung malam-malam, manusia atau
bukan ?! ', pikirnya. Sepertinya bapak itu sedang menyiram tanamannya dengan
pupuk.
'Hati-hati nak,
pegangan awas kepeleset', kata bapak petani.
'Pegangan apa pak?
Daun dan akar?', dalam hati si pendaki amatir
'Di atas sana lebih
enak kok, ada tali buat pegangan', hibur sang bapak.
Benar saja, setelah
sekitar setengah jam berpegang pada tanah, sampailah mereka pada daerah yang
bukan lagi ladang sayur. Terlihat tali hitam menjuntai. Si pendaki amatir cukup
senang. Tapi bapak itu bohong kalau bilang 'lebih enak'. Jalannya jadi lebih curam,
terdiri dari batu besar dan pasir yang membuatnya licin. Memang sudah
selayaknya ada tali untuk berpegangan, kalau tidak entah bagaimana dia bisa
merayap ke atas. Tali itupun juga tidak bisa dibilang aman. Diikatkan seadanya
pada akar, ranting dan dahan pohon. Malang melintang dari sisi satu ke sisi
yang lain. Kadang menjuntai begitu saja mungkin sepanjang 4 atau 6 meter. Dari info teman yang
sebelumnya pernah ke Gunung Prau, beberapa bulan yang lalu tali itu belum ada.
Untunglah perjalanan ini tidak dilakukan lebih awal :)
Si Pendaki
amatir mencoba menggenggam tali dengan
melilitkan di tangan agar tidak merosot, tapi menyebabkan susah maju karena
harus membuka lagi lilitannya. Ikatan
yang hanya di satu sisi membuat tali gampang berubah arah. Genggaman yang tidak
seimbang kanan dan kiri menyebabkan sering terpeleset. Begitu saja terus
berulang-ulang sampai tidak terasa mereka sampai di camp area sekitar jam
23.00. Angin berhembus begitu kencang rasanya tendanya mau terbang. Setelah
tenda berhasil didirkan, mereka makan lalu tidur supaya besokbisa bangun
melihat golden sunrise yang terkenal itu.
Jam 04.00 sesuai
alarm, si pendaki amatir bangun. Tapi seluruh rekannya tampaknya terlalu pulas.
Diluar mulai ramai. Agak tidak enak hati, dia memaksa salah satu temannya untuk
bangun dengan alasan kebelet pipis. Mereka berdua keluar. Di kiri mereka semburat
oranye mulai terlihat sedikit. Jelaslah kenapa angin disitu sangat kencang.
Karena memang tidak ada yang menghalangi antara dataran tempat mereka
mendirikan tenda dengan langit luas tempat angin bergerak bebas.
Agak telat untuk BAK
pada jam segitu. Karena orang mulai berkeliaran, dan langit mulai berwarna.
Dataranitu lapang dengan semak yang
pendek. Posisi para pengamat golden sunrise sayangnya sedikit diatas dataran
itu. Jalan agak jauh sudah sampai di dekat jalur pendakian, serba salah :(
Setelah selesai
dengan urusan domestik, saatnya menikmati golden sunrisenya. Ini merupakan
sunrise gunung pertama bagi si pendaki amatir. Bromonya mendung, merbabunya
telat. Kali ini garis oranye itu sempurna, diatas karpet awan putih. Garis naik
menjadi lingkaran oranye dengan batas tegas. Subhanallah :)
Fotonya mungkin
biasa saja, karena keterbatasan kamera dan fotografer yang kurang bertalenta. Yang sebenarnya dilihat dengan kamera ciptaan Tuhan sangat jauh sekali lebih bagus. Tapi cukuplah foto-foto itu untuk memancing ingatannya pada apa yang pernah dia lihat. Selama lebih dari
satu jam si Pendaki amatir dan seorang temannya foto-foto berdua saja. 2
temannya yang lain, yang sempat bilang mau menyusul, ternyata tidur lagi. Bau
minuman hangat dan nasi sardenlah yang mampu membangunkan mereka. Setelah
perjuangan sampai ke atas sana, sungguh sayang melewatkan sunrise di puncak dan
cuma numpang tidur. Tapi mereka berprinsip,'nggak perlu ngoyo sunrise,
gunungnya lho nggak kemana'. Bener juga sih, kalau ingin mereka bisa saja
kembali sesuka hati. Apalagi bagi seorang pendaki beneran, track kemarin
katanya bisa ditempuh hanya 1,5 - 2 jam saja. Tapi bagi si pendaki amatir,
tidak pernah terlintas dalam benaknya mengulang perjuangan kemarin malam.
Sekitar jam 8 mereka
mulai persiapan turun dan mengumpulkan sampah. Peraturan disini, setiap
rombongan harus membawa satu keresek besar sampah yang akan ditukar dengan
barang-barang yang dititipkan di pos pendakian Patak Banteng. Tanpa sengaja
kumpulan sampah itu dibuang di tempat sampah sebelum sampai di patak banteng.
Jadilah mereka memunguti sampah sepanjang jalan. Jadinya bukan bersih-bersih
gunung, tpi bersih-bersih jalan dan halaman rumah hehehe
Perjalanan turun
memakan waktu sekitar 1,5 jam. Sebagian besar diisi dengan gaya jongkok dan
merosot. Siap-siap saja masker dan kacamata karena debunya kemana-mana. Sepanjang jalan barulah terlihat tanjankan kemarin rupanya seperti apa. Agak bersyukur
kemarin gelap, mungkin nyalinya ciut duluan melihat track itu. Satu hal yang
menghibur adalah melihat dataran tinggi dieng dengan perbukitan, perkebunan dan
telaganya.
Akhirnya, mereka
sampai dengan selamat di Patak Banteng, entah jam berapa. Tidak lama kemudian
dua orang teman datang. Perjalanan si Pendaki amatir ternyata belum berakhir.
Setelah berpamitan dengan 2 orang teman yang sudah bersusah payah mengantar ke
puncak, mereka lanjut dengan 2 orang teman lain yang baru datang dan masih
cantik. Perjalanan selanjutnya adalah Girl's Trip seputar Dieng dan Sikunir.
Kesimpulannya gunung
Prau tidak membuat trauma. Level sulitnya sesuai dengan golden sunrisenya. Tapi
tetap Gunung di Jawa Timur yang paling OK hehehe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar