Senin, 09 Maret 2015

Catatan Perjalanan Pendaki Amatir : 3

Hai, Dalam rangka perpisahan dengan solo tercinta, si pendaki amatir kembali mendaki. Kriteria gunung yang menjadi tujuannya adalah 'tidak lebih sulit dari merbabu'. Suatu hari datanglah ajakan simpang siur dari seorang teman. Berangkatlah mereka berempat tanggal 9 Oktober 2014 ke gunung Prau. Gunung dengan ketinggian hanya 2565 mdpl, terkenal dengan golden sunrise nya, dan di lingkungan wisata dataran tinggi dieng.

Mereka tiba di Patak Banteng sekitar jam 15.00. Mereka agak tidak percaya melihat pos pendakian yang ada tepat di pinggir jalan utama. Ini pos pendakian apa kantor kelurahan. Lebih tidak percaya lagi mengetahui bahwa gunung yang akan mereka daki ada di seberang jalan. Itu gunung apa ladang sayur. Mereka memutuskan istirahat dulu dan berangkat setelah magrib, membawa tambahan bekal nasi bungkus dan air mineral.

Berangkat sekitar jam 19.00, mereka melewati rumah-rumah penduduk dan hampir saja nyasar karena terlalu banyak gang. Ikuti petunjuk arahnya! Dibalik rumah penduduk itulah jalan menuju pos  1. Jalan paving dan batu yang lebar. Katanya pos 1 bisa dicapai dengan naik sepeda motor. Kalau siang hari, ada penjual cilok yang menunggu para pendaki turun. Pas sekali menyambut orang-orang yang sedang kelaparan, hehehe.


Sepanjang jalan lebar ini, si pendaki amatir masih bisa bicara dan tertawa, jalan kakipun tidak terhambat keinginan beristirahat. Hal ini bisa terjadi karena beban yang dibawanya termasuk yang paling ringan. Dia hanya membawa backpack biasa, sementara 3 teman lainnya membawa carrier. Bagaimana dia bisa dapat keuntungan itu? Kadang menjadi amatir dan tidak punya carrier adalah keuntungan :p . Seorang temannya adalah anak pecinta alam yang sudah familiar dengan carrier, 2 lainnya adalah laki-laki yang dengan hukum kesetaraan gender harus membawa beban yang lebih berat :)

Jalan batu berakhir, sampailah pada jalan tanah yang kanan dan kirinya ladang sayur. Jalan tanah itu gampang bergeser, mungkin sepertiganya adalah pasir. Kecuramannya membuat si pendaki amatir harus berjalan setengah mberangkang. Rombongan itu bertemu dengan seorang petani. 'Ngapaian bapak ini di tengah gunung malam-malam, manusia atau bukan ?! ', pikirnya. Sepertinya bapak itu sedang menyiram tanamannya dengan pupuk.
'Hati-hati nak, pegangan awas kepeleset', kata bapak petani.
'Pegangan apa pak? Daun dan akar?', dalam hati si pendaki amatir
'Di atas sana lebih enak kok, ada tali buat pegangan', hibur sang bapak.
Benar saja, setelah sekitar setengah jam berpegang pada tanah, sampailah mereka pada daerah yang bukan lagi ladang sayur. Terlihat tali hitam menjuntai. Si pendaki amatir cukup senang. Tapi bapak itu bohong kalau bilang 'lebih enak'. Jalannya jadi lebih curam, terdiri dari batu besar dan pasir yang membuatnya licin. Memang sudah selayaknya ada tali untuk berpegangan, kalau tidak entah bagaimana dia bisa merayap ke atas. Tali itupun juga tidak bisa dibilang aman. Diikatkan seadanya pada akar, ranting dan dahan pohon. Malang melintang dari sisi satu ke sisi yang lain. Kadang menjuntai begitu saja mungkin sepanjang  4 atau 6 meter. Dari info teman yang sebelumnya pernah ke Gunung Prau, beberapa bulan yang lalu tali itu belum ada. Untunglah perjalanan ini tidak dilakukan lebih awal :)

Si Pendaki amatir  mencoba menggenggam tali dengan melilitkan di tangan agar tidak merosot, tapi menyebabkan susah maju karena harus membuka lagi lilitannya.  Ikatan yang hanya di satu sisi membuat tali gampang berubah arah. Genggaman yang tidak seimbang kanan dan kiri menyebabkan sering terpeleset. Begitu saja terus berulang-ulang sampai tidak terasa mereka sampai di camp area sekitar jam 23.00. Angin berhembus begitu kencang rasanya tendanya mau terbang. Setelah tenda berhasil didirkan, mereka makan lalu tidur supaya besokbisa bangun melihat golden sunrise yang terkenal itu.

Jam 04.00 sesuai alarm, si pendaki amatir bangun. Tapi seluruh rekannya tampaknya terlalu pulas. Diluar mulai ramai. Agak tidak enak hati, dia memaksa salah satu temannya untuk bangun dengan alasan kebelet pipis. Mereka berdua keluar. Di kiri mereka semburat oranye mulai terlihat sedikit. Jelaslah kenapa angin disitu sangat kencang. Karena memang tidak ada yang menghalangi antara dataran tempat mereka mendirikan tenda dengan langit luas tempat angin bergerak bebas.

Agak telat untuk BAK pada jam segitu. Karena orang mulai berkeliaran, dan langit mulai berwarna. Dataranitu  lapang dengan semak yang pendek. Posisi para pengamat golden sunrise sayangnya sedikit diatas dataran itu. Jalan agak jauh sudah sampai di dekat jalur pendakian, serba salah :(

Setelah selesai dengan urusan domestik, saatnya menikmati golden sunrisenya. Ini merupakan sunrise gunung pertama bagi si pendaki amatir. Bromonya mendung, merbabunya telat. Kali ini garis oranye itu sempurna, diatas karpet awan putih. Garis naik menjadi lingkaran oranye dengan batas tegas. Subhanallah :)

Fotonya mungkin biasa saja, karena keterbatasan kamera dan fotografer yang kurang bertalenta. Yang sebenarnya dilihat dengan kamera ciptaan Tuhan sangat jauh sekali lebih bagus. Tapi cukuplah foto-foto itu untuk memancing ingatannya pada apa yang pernah dia lihat. Selama lebih dari satu jam si Pendaki amatir dan seorang temannya foto-foto berdua saja. 2 temannya yang lain, yang sempat bilang mau menyusul, ternyata tidur lagi. Bau minuman hangat dan nasi sardenlah yang mampu membangunkan mereka. Setelah perjuangan sampai ke atas sana, sungguh sayang melewatkan sunrise di puncak dan cuma numpang tidur. Tapi mereka berprinsip,'nggak perlu ngoyo sunrise, gunungnya lho nggak kemana'. Bener juga sih, kalau ingin mereka bisa saja kembali sesuka hati. Apalagi bagi seorang pendaki beneran, track kemarin katanya bisa ditempuh hanya 1,5 - 2 jam saja. Tapi bagi si pendaki amatir, tidak pernah terlintas dalam benaknya mengulang perjuangan kemarin malam.

Sekitar jam 8 mereka mulai persiapan turun dan mengumpulkan sampah. Peraturan disini, setiap rombongan harus membawa satu keresek besar sampah yang akan ditukar dengan barang-barang yang dititipkan di pos pendakian Patak Banteng. Tanpa sengaja kumpulan sampah itu dibuang di tempat sampah sebelum sampai di patak banteng. Jadilah mereka memunguti sampah sepanjang jalan. Jadinya bukan bersih-bersih gunung, tpi bersih-bersih jalan dan halaman rumah hehehe

Perjalanan turun memakan waktu sekitar 1,5 jam. Sebagian besar diisi dengan gaya jongkok dan merosot. Siap-siap saja masker dan kacamata karena debunya kemana-mana. Sepanjang jalan barulah terlihat tanjankan kemarin rupanya seperti apa. Agak bersyukur kemarin gelap, mungkin nyalinya ciut duluan melihat track itu. Satu hal yang menghibur adalah melihat dataran tinggi dieng dengan perbukitan, perkebunan dan telaganya.
maaf nggak tahan narsis

Akhirnya, mereka sampai dengan selamat di Patak Banteng, entah jam berapa. Tidak lama kemudian dua orang teman datang. Perjalanan si Pendaki amatir ternyata belum berakhir. Setelah berpamitan dengan 2 orang teman yang sudah bersusah payah mengantar ke puncak, mereka lanjut dengan 2 orang teman lain yang baru datang dan masih cantik. Perjalanan selanjutnya adalah Girl's Trip seputar Dieng dan Sikunir.
Si Pendaki amatir dan kawan-kawan


Kesimpulannya gunung Prau tidak membuat trauma. Level sulitnya sesuai dengan golden sunrisenya. Tapi tetap Gunung di Jawa Timur yang paling OK hehehe

Tidak ada komentar:

Posting Komentar