Sudah lama nggak update
blog di bulan ini. Berhubung kreativitas lagi mandeg, aku repost dulu sebuah
note dari facebook, buat kejar setoran 4 tulisan sebulan..
November
23, 2012
Sekitar
pertengahan november 2012, aku dan teman-teman seangkatan sampai di Surabaya
untuk praktek di RS Soetomo selama 1 bulan. Dari cerita kakak kelas kita,
praktek di Surabaya itu selain enak prakteknya juga enak jalan-jalanya.
Maklumlah, kita dari kota kecil Jember. Nggak ada tempat hiburan rakyat, mall,
waktu itu juga nggak ada bioskop. Maka kita putuskan jalan-jalan keliling
Surabaya. Ada jeda 2 hari dari jarak kedatangan kita sampai mulai praktek. Lalu
kita bingung mau jalan kemana dan bagaimana
Biasanya
di Jember kemana-mana naik motor, meskipun cuma ke indomaret. Berhubung disini
nggak ada yang bawa motor, maka aku pastikan kita jalan-jalan naik kaki, angkot
(lin) dan taxi kalau nggak ada jalurnya lin.
Lalau,
beberapa statement yg meragukan kredibilitas lin, muncul :
'bahaya awas copet,
atau gendam'
'kalau disasarkan
sama sopirnya gimana'
'nggak tau naik lin
apa'
statement
melawan taxi :
'taxinya nggak pake
argo'
'kalau nggak tahu
jalan di mbulet-mbuletkan jalannya supaya bayarnya mahal '
Begitulah
mitos seputar angkot yang muncul. Kalau diteruskan dan dibiarkan bisa berujung
nggak jadi jalan-jalan. Lebih parahnya lagi bisa mengurangi omset pendapatan
supir angkot. Kasihan kan mereka, mereka juga cari makan dengan cara halal,
tapi banyak yg berburuk sangka..
Sebenarnya
dari mana mitos tersebut berasal?
Tentu
tidak ada asap tanpa ada api. Memang kejadian buruk diatas pernah terjadi, tapi
tidak selalu, tidak sering dan pada orang yang tidak waspada. Lalu
cerita-cerita seram seperti itu biasanya malah muncul dari orang-orang yngg
bukan pengguna lin sehri-hari, dan diceritakan dengan lebih mencekam.
Bukankah
seharusnya jika kita mencari info tentang lin, kita tanya pada
penggunanya?
Aku
adalah pengguna lin sejak SMA, kalau kalian tanya aku, aku yakinkan bahwa lin
dan angkot itu aman. Aku memang pernah kecopetan HP sekali, dulu waktu SMA.
Selain itu tidak pernah ada peristiwa kehilangan Meskipun naik lin malam hari,
tidak terjadi apa-apa kecuali tiba di tujuan.
Biasanya
pengguna lin, akan menceritakan kejadian-kejadian negatif yang ada pada lin
dengan lebih bijaksana, bukan menakut-nakuti. Sedangkan yang tidak tahu
ceritanya akan lebih heboh dalam bercerita. Yang mendengar ceritanya dan juga
tidak tahu, akan cerita dengan lebih heboh lagi, sehingga yang menyebar adalah
lin itu buruk. Padahal supir lin itu banyak yg baik dan ramah.
Menurutku
keberadaan angkot menunjukkan kemajuan kota tersebut. Misalnya Jember punya lin
kuning + kol/colt (angkutan desa), sedangkan Bondowoso tidak ada. Jadi Jember
lebih maju dari pada Bondowoso. Malang memiliki trayek angkot yg lebih banyak
dari Jember. Jadi Malang lebih maju dari Jember. Surabaya angkotnya banyak
sekali macamnya, warnanya, trayeknya dan menjangkau sampai lewat jalan-jalan
kecil, macam-macam mall dan tempat wisata, maka Surabaya yang paling maju di
Jawa Timur.
Saat
berada di kota lain yang tidak kita kenal jalannya, sungguh beruntung jika ada
angkot. Setersesat - tersesatnya naik angkot pasti masih berada di jalur
angkot, maka kita bisa naik angkot lagi. Supir angkot juga bisa jadi penunjuk
arah, guide gratisan. Penumpang lin yang lain juga bisa kita tanya-tanya
macam-macam jalur lin, karena kemumngkinan merekalah pengguna lin sejati.
Dengan naik angkot kita bisa sambil lihat-lihat sekitar kota, bukan
memperhatikan jalan. Naik lin kita tidak akan salah jalur, lalu kena tilang.
Tidak terasa pak supir akan menghentikan lin nya di tempat tujuan kita.
Jika
kita tidak tahu mau naik lin apa, biasanya kalau kita berdiri di pinggir jalan
akan ditanya oleh supir yang care, mau kemana. Tinggal bilang tujuan,pak supir
akan bilang jika kita berdiri di sis atau jalan yang salah. Biar aman sih,
tanya dulu pada penduduk lokal naik lin jurusan apa hehe
Diluar
semua kekurangan angkot misalnya panas dan sesak, naik angkot tidak seburuk
yang di bayangkan. Jika tidak ada yang naik angkot, lama-lama trayek angkot
ditutup karena sepi peminat. Semua naik kendaraan pribadi, jalan semakin penuh,
polusi semakin banyak.
Untuk
masalah taxi, saya juga jarang naik taxi, tapi pengalaman saya berkata :
Kami
berempat masuk taxi di depan Tunjungan Plaza, tujuan kami karangmenjangan.
Supirnya bilang bahwa kalau kami naik dari situ tidak bisa memotong jalan ke
kanan yang lebih dekat. Kalau kami mau lewat jalan yang lebih jauh ya tidak
apa-apa. Kalau mau memotong jalan ke kanan, harus jalan dulu sekitar 100 m ke
belakang, dimana marka jalannya masih putus-putus. Maka kami putuskan tidak
jadi, naik taxi tersebut, supirnya tidak marah atau sebal. Kami naik taxi lain
dibelakang sehingga bisa memotong jalan dan biayanya bisa lebih murah.
Marilah
kita berbaik sangka pada supir angkot. Lebih banyak supir lin yang care. Lebih
bayak supir taxi yang jujur. :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar