Minggu, 19 Januari 2014

Repost : Berbaik Sangka Pada Angkot

Sudah lama nggak update blog di bulan ini. Berhubung kreativitas lagi mandeg, aku repost dulu sebuah note dari facebook, buat kejar setoran 4 tulisan sebulan..


November 23, 2012
Sekitar pertengahan november 2012, aku dan teman-teman seangkatan sampai di Surabaya untuk praktek di RS Soetomo selama 1 bulan. Dari cerita kakak kelas kita, praktek di Surabaya itu selain enak prakteknya juga enak jalan-jalanya. Maklumlah, kita dari kota kecil Jember. Nggak ada tempat hiburan rakyat, mall, waktu itu juga nggak ada bioskop. Maka kita putuskan jalan-jalan keliling Surabaya. Ada jeda 2 hari dari jarak kedatangan kita sampai mulai praktek. Lalu kita bingung mau jalan kemana dan bagaimana 

Biasanya di Jember kemana-mana naik motor, meskipun cuma ke indomaret. Berhubung disini nggak ada yang bawa motor, maka aku pastikan kita jalan-jalan naik kaki, angkot (lin) dan taxi kalau nggak ada jalurnya lin.

Lalau, beberapa statement yg meragukan kredibilitas lin, muncul : 

'bahaya awas copet, atau gendam'
'kalau disasarkan sama sopirnya gimana
'nggak tau naik lin apa

statement melawan taxi : 
'taxinya nggak pake argo
'kalau nggak tahu jalan di mbulet-mbuletkan jalannya supaya bayarnya mahal '


Begitulah mitos seputar angkot yang muncul. Kalau diteruskan dan dibiarkan bisa berujung nggak jadi jalan-jalan. Lebih parahnya lagi bisa mengurangi omset pendapatan supir angkot. Kasihan kan mereka, mereka juga cari makan dengan cara halal, tapi banyak yg berburuk sangka.. 

Sebenarnya dari mana mitos tersebut berasal? 

Tentu tidak ada asap tanpa ada api. Memang kejadian buruk diatas pernah terjadi, tapi tidak selalu, tidak sering dan pada orang yang tidak waspada. Lalu cerita-cerita seram seperti itu biasanya malah muncul dari orang-orang yngg bukan pengguna lin sehri-hari, dan diceritakan dengan lebih mencekam. 
Bukankah seharusnya jika kita mencari info tentang lin, kita tanya pada penggunanya? 
Aku adalah pengguna lin sejak SMA, kalau kalian tanya aku, aku yakinkan bahwa lin dan angkot itu aman. Aku memang pernah kecopetan HP sekali, dulu waktu SMA. Selain itu tidak pernah ada peristiwa kehilangan Meskipun naik lin malam hari, tidak terjadi apa-apa kecuali tiba di tujuan. 

Biasanya pengguna lin, akan menceritakan kejadian-kejadian negatif yang ada pada lin dengan lebih bijaksana, bukan menakut-nakuti. Sedangkan yang tidak tahu ceritanya akan lebih heboh dalam bercerita. Yang mendengar ceritanya dan juga tidak tahu, akan cerita dengan lebih heboh lagi, sehingga yang menyebar adalah lin itu buruk. Padahal supir lin itu banyak yg baik dan ramah. 

Menurutku keberadaan angkot menunjukkan kemajuan kota tersebut. Misalnya Jember punya lin kuning + kol/colt (angkutan desa), sedangkan Bondowoso tidak ada. Jadi Jember lebih maju dari pada Bondowoso. Malang memiliki trayek angkot yg lebih banyak dari Jember. Jadi Malang lebih maju dari Jember. Surabaya angkotnya banyak sekali macamnya, warnanya, trayeknya dan menjangkau sampai lewat jalan-jalan kecil, macam-macam mall dan tempat wisata, maka Surabaya yang paling maju di Jawa Timur. 

Saat berada di kota lain yang tidak kita kenal jalannya, sungguh beruntung jika ada angkot. Setersesat - tersesatnya naik angkot pasti masih berada di jalur angkot, maka kita bisa naik angkot lagi. Supir angkot juga bisa jadi penunjuk arah, guide gratisan. Penumpang lin yang lain juga bisa kita tanya-tanya macam-macam jalur lin, karena kemumngkinan merekalah pengguna lin sejati. Dengan naik angkot kita bisa sambil lihat-lihat sekitar kota, bukan memperhatikan jalan. Naik lin kita tidak akan salah jalur, lalu kena tilang. Tidak terasa pak supir akan menghentikan lin nya di tempat tujuan kita. 

Jika kita tidak tahu mau naik lin apa, biasanya kalau kita berdiri di pinggir jalan akan ditanya oleh supir yang care, mau kemana. Tinggal bilang tujuan,pak supir akan bilang jika kita berdiri di sis atau jalan yang salah. Biar aman sih, tanya dulu pada penduduk lokal naik lin jurusan apa hehe 

Diluar semua kekurangan angkot misalnya panas dan sesak, naik angkot tidak seburuk yang di bayangkan. Jika tidak ada yang naik angkot, lama-lama trayek angkot ditutup karena sepi peminat. Semua naik kendaraan pribadi, jalan semakin penuh, polusi semakin banyak. 

Untuk masalah taxi, saya juga jarang naik taxi, tapi pengalaman saya berkata : 
Kami berempat masuk taxi di depan Tunjungan Plaza, tujuan kami karangmenjangan. Supirnya bilang bahwa kalau kami naik dari situ tidak bisa memotong jalan ke kanan yang lebih dekat. Kalau kami mau lewat jalan yang lebih jauh ya tidak apa-apa. Kalau mau memotong jalan ke kanan, harus jalan dulu sekitar 100 m ke belakang, dimana marka jalannya masih putus-putus. Maka kami putuskan tidak jadi, naik taxi tersebut, supirnya tidak marah atau sebal. Kami naik taxi lain dibelakang sehingga bisa memotong jalan dan biayanya bisa lebih murah. 


Marilah kita berbaik sangka pada supir angkot. Lebih banyak supir lin yang care. Lebih bayak supir taxi yang jujur. :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar