Kamis, 07 November 2013

Baru Makan di Solo


Ada yang bilang, dibawah sinar matahari, tidak ada yang baru. Begitupun masakan, kuliner khas, pasti ada padanannya. Bukan plagiat tentu saja, hanya kalau pas kita makan, jadi ingat masakan yang lain..

Thengkleng - gule yang tidak pakai sate
Lotek - rujak yang tidak pakai cingur
Timlo - bakso tidak pakai pentol, isinya sosis solo
Sosis solo - dadar isi daging ayam
Selat - steak, salad, kuah empek-empek
Soto daging - semacam sop yang isinya semacam daging saja
Arem-arem - indonesia's kimbap. Lemper pake beras / lontong isi ikan
Nasi liwet - sego gurih


  1. Thengkleng
Thengkleng yang pertama kali saya makan adalah thengkleng Bu.Edi yang katanya paling enak di Solo. Tempatnya di gapura sisi utara pasar klewer, kanan jalan. Mulai jual diatas jam 1 siang. Pertama kali dapat thengkleng, dan saya coba kuahnya.. 'ini gule'. Mungkin lidah saya tidak sepeka bondan winarno, jadi harap maklum. Thengkleng disajikan di pincukan, nasi di dasar, ditutup organ bukan daging + iga + tulangan kambing dan sesunduk daging kambing atau sesunduk jerohan. Selama ini saya kenal gule ya sebagai pendamping sate. Meskipun saya menjadi penggemar tulang gara-gara drama korea, saya belum pernah merelakan hanya makan gule dan tulangannya saja tanpa sate.
Seporsi thengkleng bu edi harganya Rp 20.000. Menurut saya agak mahal, karena ini gule saja. Tambahlah sate barang 3 tusuk... :P
thengkleng Bu Edi

  1. Lotek
Lotek, sepenglihatan saya dijual di warung-warung yang juga menjual gado-gado dan atau rujak. Teman saya yang berasal dari bekasi lebih cenderung bilang kalau lotek itu gado-gado, sedangkan saya lebih cenderung ke rujak cingur, karena bumbunya lebih mirip bumbu rujak. Isi atau sayurannya memang agak mirip gado-gado, misalnya kubis yang tidak pernah saya temukan di rujak. Jadilah, gado-gado bumbu rujak. Tapi, rujak yang satu ini, tidak pakai cingur dengn harga yang lebih mahal dari yang pakai cingur. Memang sih, harganya hanya Rp 10000, tapi saya jadi perhitungan banget, karena di dekat rumah saya di kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember, ada rujak cingur yang uenaknya terkenal ke seluruh penjuru kabupaten. 1 porsi, kalau dimakan sendiri kebanyakan, kalau dibuat berdua kurang puas. Cingurnya lumayan banyak, sampai capek ngunyah. Harganya hanya Rp 8000. saya jadi kangen sama Rujak cingur rambipuji, pinginnya dia buka cabang di Solo, pasti cepet naik haji ;)
  1. Timlo
Setahu saya timlo itu grup pelawak, hehehe..
Pertama kali pesan timlo, ditanya : telur, rempela ati, sosis solo atau lengkap?. Bingung kan? ga paham. Meskipun inginnya nyoba-nyoba, jangan paket lengkap ya. Selain jadinya kekenyangan, juga jadi kemahalan. Timlo ini, makanan berkuah yang kuahnya persis kuah bakso atau bakwan ya? 'menurut lidah awam saya, bukan lidah bondan winarno'. Diisi seperti pilihannya tadi, telur, rempela ati, sosis solo. Sambelnya, sambel petis, lalu dimakaan sebagai pendamping nasi. Mungkin kalau diisi pentol bisa jadi bakso solo. Segitu aja tentang timlo si kuah bakso solo.
  1. Sosis solo
Awalnya, saya kira ini dadar, atau lumpia, atau telur gulung. Kata ibu penjual di angkringan, namanya sosis solo. Semacam 3 makanan tadi yang isinya daging ayam saja. Itulah kenapa namanya sosis. Pastinya lebih berdaging dari pada sosis so*i*e. Sosis solo ini bisa jadi cemilan, lauk dan bahan isiannya timlo
  1. Selat
Cerita lengkap selat ----> Sejarah Makanan Khas Solo : Selat
  1. Soto daging
Betapa namanya soto di solo itu murah-murah. Dengan harga rp 2500 saja, sudah bisa bilang jual soto daging. Saya pikir daging apa? Jangan-jangan daging antah berantah. Ternyata daging sapi. Akhirnya saya nyoba. Asal saja di warung pinggir jalan. Harganya Rp 4000. nggak tega mau coba yang Rp 2500. Soto nya bening. Setahu saya namanya soto itu kuning. Ternyata soto kuning dis Solo itu cuma soto lamongan.
Kalau di jember soto disaajikan di mangkok besar, bahkan kadang sampai nasi dan sotonya dipisah karena nggak muat, disini soto hadir dalam porsi mini. Dengan mangkuk seukuran mangkuk bakso waktu prasmanan (sedikit lebih besar dari mangkoknya es). Pantas saja harganya murah. Isiny daging, yang bagian bukan bener-bener dagingnya, seperti kalau kita beli rawon yang agak murah. Ditambah sayur kecambah. Sotonya seger, hampir seperti sop lah..
  1. Arem-arem
Arem-arem pertama yang saya makan persis seperti lontong di isi ayam. Hanya begitu saja. Yang pertama kali terpikirkan adalah ini jajan lemper gagal. Kali ke dua saya ke sebuah acara, dan dapat arem-arem lagi, belum apa-apa saya sudah negatif thingking sama arem-arem. Kenapa sih, lemper gagal ini selalu ada di menu jajanan solo. Kok ya orang solo suka banget sama jajan yang satu ini. Dan.. Ternyata arem-arem itu enak. Arem-arem yang benar, lebih dari sekedar lontong, lontongnya berbumbu. Isinya bisa ayam, ikan, dan lain-lain. Yang paling enak yang pernah saya makan, isinya sarden. Menurut saya arem-arem ini sangat bervariasi dari rasa dan harga. Tapi kalau yang dibawah 2000 sih, kayaknya ya kurang enak hehehe. Dan sekarang saya jadi ketagihan berburu arem-arem enak. Saya sampai ke kesimpulan, lebih banyak arem-arem enak, dari pada nggak enak. Tapi yang super enak, masih belum ketemu. Jadi setiap liat arem-arem, nggak tahan mau nyoba. Arem-arem banyak di jual di warung jajanan pasar dan angkringan se Solo Raya.
Arem-arem ini menurut saya semacam kimbab (nasi gulung korea) atau sushi nya jepang versi Nusantara. Sama dari beras, bentuknya lonjong, ada isinya, dibungkus daun. Kalau sushi atau kimbap pakai daun rumput laut, arem-arem pakai daun pisang hehe. Sayangnya daun pisangnya nggak bisa sekalian dimakan, terlalu alot.  Saya bayangkan, kalau arem-arem ini dibungkus nori, dan dipotong-potong, bisa jadi se elit sushi atau kimbap.

  1. Nasi liwet
Nasi dengan rasa/bumbu. Kalau di jember, saya kenalnya nasi gurih. Agak mirip lah ya. Tapi nasi liwet ini lebih meriah, ada semacam santen, semacam tahu, ayam suwir-suwir atau telur rebus dan sayur santen labu. Harga juga macem-macem. Ada yang 3 ribu, seukuran sego kucing dan ada yang sampe 7 ribu. Meskipun begitu, saya belum pernah menemukn nasi liwet nggak enak, meskipun yang murah. Mungkin karena lidah saya nasi banget ya.. Jadi nggak perlu ragu, mampir dimana aja, yang tertulis jual nasi liwet.


Di daerah asal saya, Jember, kuliner solo yang paling terkenal adalah bakso solo. Tapi disini, jarang ada bakso, ada pun belum nemu yang enak. Lebih enak bakso solo yang bukan di solo. Hehehe

Mohon maaf kalau ceritanya kurang jelas, kurang bermutu, dan menyinggung. Sungguh saya tidak sedang macak jadi bondan winarno. Saya cuma orang jember yang beruntung tinggal di solo, dengan lidah gampangan dan kantong pas pasan.

jenis-jenis kuliner yang baru saya makan di Solo akan terus di update :)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar